M
|
ungkinkah kita sering dengar kata-kata yang membuat
seseorang kebingungan dan berbeda-beda dalam memilih teori keyakinan atau
jalan. Mungkinkah di antara kita ada yang pernah bersafari ke suatu daerah
kemudian ia berpenampilan serta bergaya aneh atau berbeda dengan umumnya.
Sehingga orang yang berada di sekitarnya menanyakan dengan cara ta’ajub, Sebagai contoh: Imam siapakah
yang anda ikuti? Jalan apakah yang anda pilih? Serta keyakinan apa yang anda
yakini? Oleh karena itu, di dalam madzhab itu terdapat jalan-jalan menuju
keyakinan yang sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah. Sehigga orang tersebut
menjawab: Aku mengikuti imam yang telah melakukan ijma’ terhadap al-Qur’an dan as-Sunnnah. Kemudian aku memilih jalan
menuju suarga dengan jalan yang lurus sehinga aku bisa menggapainya untuk
memasukinya, serta saya yakin dengan apa-apa yang diyakini Rasulullah,
sahabat-sahabatnya, serta hingga akhir zaman nanti. Yang merujuk pada al-Qur’an
dan as-Sunnah.
Kemudian akhirnya orang itu
bertanya lagi bukankah di dalam madzhab itu banyak keyakinan dan jalan yang
berbeda. Terus apakah semua perbedaan dan keyakinan tersebut sesuai dengan
keyakinan al-Qur’an dan Hadits. Akan tetapi penafsiran mereka berbeda-beda
istilah makna.
Istilah ma’na
Manhaj
menurut bahasa adalah jalan atau thariqah sedangkan menurut istilah, manhaj adalah sebuah aliran yang sesuai
dengan tuntunan al-Qur-an dan as-Sunnah sehingga dapat menimbulkan rangkuman
yang berupa hukum-hukum.
Sejak zaman para sahabat, manhaj tersebut sudah ada. Sehingga
manhaj tersebut bias dijuluki dengan banyak julukan. Seperti manhaj Aisyah, manhaj Zaid bin Tsabit, sehingga sampailah pada abad ke-13. Yang
diklasifikasikan menjadi 4 madzhab yang terkenal hingga abad sekarang. Di antara
mereka: Hanafi, Maliki, Ahmad, dan Syafi’i. diantara keempat tersebut saling
berbeda pendapat akan tetapi pastinya mereka merujuk kepada al-Qur’an dan
as-Sunnah.
Contohnya di dalam hukum fiqh jikalau menurut Imam Ahmad jika
menyentuh lawan jenis tidak membatalkan wudlu.
Tapi menurut kalangan Imam syafi’i berpendapat bahwa menyentuh terhadap lawan jenis
dapat membatalkan wudlu. Jadi dari contoh di atas, kita dapat memilih atas
keyakinan kita yang kita inginkan bukanlah sekedar pemaksaan atau perayuan tapi
mestinya harus mempunyai kemandirian diri yang dapat mengantarkan kita ke shiroothol mustaqiim.
Menurut agama islam kita
tidak ada pemaksaan terhadap keyakinan atas imam yangkita pilih sebagai
pedoman. Oleh karena itu kawan-kawan ku mari kita renungkan kembali keyakinan
yang kita pilih apa sudah sesuai dengan apa yang kita harapkan. Atau kita hanyalah
sekedar ikut-ikutan dalam memilih imam pembimbing kita. Dan janganlah
sekali-kali kita mengecap orang lain dengan julukan munafik, jikalau terjadi
perbedaan pendapat diantara kita.
*Santri
kelas lll Intensif A, asal Bangkalan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar