K
|
ali ini saya cukup
bimbang untuk menentukan judul artikel ini. Mengapa saya menulis judul seperti
diatas? Mungkin karena desakan tema yang ditentukan sehingga mengharuskan saya
menulis catatan tentang hal yang berkenaan dengan ‘membeca dan menulis’. Dalam
kesempatan ini, saya ingin menggubris sesuatu realita yang kerap terjadi di
lingkungan santri. Suatu fenomena yang mengharuskan kita untuk mengintrospeksi
diri kita. Apakah semua waktu yang kita miliki berguna bagi pengembangan
potensi-potensi yang telah dikarunai Allah kepada setiap umat-Nya ?
Sepintas
mutu keilmuan dan kereativitas santri Al-Amien sudah tidak di ragukan lagi,
spesial bagi minoritas santri yang memperdalaminya saja. Sarana maupun
fasilitas sudah cukup memadai di pondok ini. Misal : perpustakaan-perpustakaan,
laboratorium komputer toko buku-buku ilmiah, dan kelompok-kelomopok kalian
keilmuan seperti FKN, SSA, LENSA, KOPI, dan KWQ telah tersedia. Namun hal ini
menjadi nihil ketika melihat minimnya
minat santri yang terobsesi untuk mengembangkan potensinya, menjadikan sarana
dan prasarana tersebut bisa dikatakan non-fungsi.
Kalau kita bernostalgia
melihat fenomena beberapa tahun silam, dalam hitungan hari saja mading-mading
dan buletin-buletin gencar diterbitkan. forum-forum kajian diskusi aktif dapat
kita jumpai ke-eksistensiannya. Tak tahu mengapa, hal-hal positif tersebut kini jarang terlihat dan bahkan tidak
terlihat sama sekali.
Mengapa
momen ini terjadi? Mungkin karena semangat (ijtihad)
santri telah termakan oleh zaman atau ikut terbang bersama burung-burung ke
awan. Menurut saya sih, itu tidak
mungkin karena semangat itu bukanlah debu yang berterbangan dan bukanlah kayu
yang habis dimakan oleh rayap yang kurang makan. Tapi semangat itu timbul pada
setiap diri seorang dan seorang itu sendirilah yang menjaga intensitas semangat
dalam dirinya apakah berkembang maupun mengalami kemerosatan.
Dalam
mengembangkan potensi diri santri , banyak metode yang bisa dilakukan, seperti
: membaca, bercakap-cakap dengan bahasa arab,bahasa inggris dan menulis karya
ilmiah semisal. Anehnya hal-hal tadi menjadi sesuatu yang asing belakangan ini
dan semakin terjamah oleh santri-santri.
Salah
satu metode dalam memperoleh ilmu adalah membaca. Membaca adalah melihat
kalimat demi kalimat yang tercantum dalam buku lalu dicerna oleh otak dan
diucapkan melalui hati atau lisan. Perlu diketahui, membaca adalah salah satu
kegiatan untuk menemukan informasi dan inspirasi dapat kita temukan pada saat
membaca dan dengan membaca kita bisa mengetahui apa yang belum pernah kita
ketahui. Seolah-olah, buku yang kita baca bagaikan guru yang mengajari kita
tanpa batas waktu dan era.
Pernah
suatu waktu, ketika penulis sedang duduk di bangku kelas Satu Intensif. Ketika
itu penulis merasa termotivasi dan gairah membaca meningkat.overdosis. kenapa begitu? Karena, sesaat
setelah Wali kelasku mengajar pelajaran Nushsus
(kata mutiara). Sepatah kata mutiara tertulis di
papan. “Al-qiroo’atu ustadzun aalimun
bikulli illmin” yang bermakna “Membaca
adalah guru yang mengetahui semua ilmu”.
Semua santri Al-Amien pasti mengetahui kata mutiara ini. Namun
implementasiannya jarang digunakan dalam kehidupan sehari hari.
Kadang
penulis juga melihat suatu kejanggalan.
Kali ini perihal baca-membaca. Meski sebagian santri gemar mengunjungi
perpustakaan ataupun mengoleksi buku ilmiah sekalipun. Anehnya mereka jarang membaca tulisan yang termaktub didalamnya. Tapi, kebanyakan dari
mereka hanya melihat gambar-gambar yang tertera didalam buku tersebut. Ketika
saya selidiki, mengapa begitu? Ternyata ada dua hal yang melatarbelakangi hal
itu terjadi. Setelah saya mewawancarai beberapa teman tentang hal itu.
Kebanyakan dari mereka menjawab bahwa mereka menganggap “membaca adalah Sesuatu
hal yang membosankan, dan apabila saya membaca semua teks tersebut maka banyak
waktu yang harus saya luangkan. Kedua, karena melihat gambar adalah kegiatan
yang menghibur bagiku”. Persepsi seperti ini sering terjangkit di kalangan
santri akhir akhir ini.
Padahal
membaca itu sangat berfaedah bagi
kehidupan kita, khususnya bagi anda yang suka menulis karya ilmiah, cerpen,
serta paper ketika kelas akhir, makalah, dsb. Karena dengan membaca kita bisa
menemukan ide maupun inspirasi dalam hal tulis menulis. Dengan membaca, kita
tidak mungkin rugi. Malah sangat menguntungkan. Ketika kita seadng duduk di
kelas akhir (niha’ie), salah syarat
kelulusannya selain lulus dalam ujian tulis juga harus lulus dalam penulisan
paper (makalah). Maka dari itu kita harus sedia payung sebelum hujan. Mumpung
masih ada waktu, untuk berkarya dan berkreativitas.
Kegiatan
membaca sangat berkaitan dengan mengasah otak ,dan mampu mem-freshkan suasan hati. Maka dari itu,
jika ingin kegiatan membaca itu menjadi bagian dari hobi kita. Penulis punya
sedikit trik agar membaca menjadi hal yang menyenangkan dalam kehidupan.
Membaca yang efisien menurut beberapa metode yang pernah penulis coba adalah
metode ‘membaca intensif’. Ketika penulis duduk dibangku kelas tujuh MTs.
Pernah mencoba metode ‘membaca intensif’. Wal
hasil , metode itu sangat efektif dalam membaca, khususnya bagi anda yang
suka membaca cepat. Membaca intensif adalah membaca dengan menitikfokuskan
pandangan ke suatu titik, tanpa membaca yang lain. Serta tanpa mengeraskan
suara dan menggerakkan bibir atau lidah.
Sebagai
santri Al-Amien, yang setiap harinya dipenuhi dengan kegiatan yang padat.
Pastinya, waktu untuk membaca cukup singkat. Maka, penulis menyarankan. Bagi
anda yang hobi membaca agar menggunakan metode tersebut yaitu membaca intensif
dalam kegiatan membaca anda.
Hal
yang tak kalah penting dalam mengembangkan keilmuan adalah tulis-menulis.
Tulis-menulis sangat luas penjabarannya dan sangat bervariasi. Semisal: karya
ilmiyah, cerpen, puisi dsb. Hal ini telah disinggung di paragrap sebelumnya.
Setelah membaca lebih afdlolnya kita
menulis sedikit resume dari apa yang kita baca. Karena itu mencoba pemahaman
kita terhadap apa yang telah kita baca.
Pernah
ulama’ kita di zaman klasik yaitu, Imam Syafi’ie, berkata, “Ilmu itu bagaikan
binatang buruan. Maka ikatlah binatang buruanmu (ilmu) dengan tulisan, walaupun
hanya di dinding.” Dari perkataan tadi kita dapat mengambil hikmah dan
mengerjakannya sesuai saran diatas. Dan agar kapasitas keilmuwan dan
kreativitas kita makin berkembang, kita patut mengikuti pesan dari perkataan
Imam Syafi’i tadi. Ketika kita mengetahui beberapa kata sulit dalam bahasa
arab, kita hanya menghapalkannya saja tanpa menuliskannya di buku. Saya yakin.
Setelah beberapa bulan atau tahun kalimat-kalimat yang pernah kita hafal
sebagian akan hilang memudar. Jauh dibandingkan dengan orang yang berpegang
teguh terhadap perkataan Imam Syafi’i tadi. Ketika dia memperleh suatu ilmu,
dia akan menuliskannya di buku dan
ketika ia lupa. Ia bisa melihat kembal ke catatan tersebut. Dalam tanda kutip,
“hewan buruan tidak akan kabur jika kita mengikatnya dengan tali yang kuat”.
Dalam artian suatu ilmu yang diikat (ditulis) dalam sebuah buku, maka ilmu itu
tidak akan hilang meski waktu terus berputar.
*Santri kelas lll Intensif A, asal
Bondowoso.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar