Selasa, 23 Oktober 2012


Geliat Keilmuan Santri
Abdil Ghufron*

K
ali ini saya cukup bimbang untuk menentukan judul artikel ini. Mengapa saya menulis judul seperti diatas? Mungkin karena desakan tema yang ditentukan sehingga mengharuskan saya menulis catatan tentang hal yang berkenaan dengan ‘membeca dan menulis’. Dalam kesempatan ini, saya ingin menggubris sesuatu realita yang kerap terjadi di lingkungan santri. Suatu fenomena yang mengharuskan kita untuk mengintrospeksi diri kita. Apakah semua waktu yang kita miliki berguna bagi pengembangan potensi-potensi yang telah dikarunai Allah kepada setiap umat-Nya ?
Sepintas mutu keilmuan dan kereativitas santri Al-Amien sudah tidak di ragukan lagi, spesial bagi minoritas santri yang memperdalaminya saja. Sarana maupun fasilitas sudah cukup memadai di pondok ini. Misal : perpustakaan-perpustakaan, laboratorium komputer toko buku-buku ilmiah, dan kelompok-kelomopok kalian keilmuan seperti FKN, SSA, LENSA, KOPI, dan KWQ telah tersedia. Namun hal ini menjadi nihil ketika melihat minimnya minat santri yang terobsesi untuk mengembangkan potensinya, menjadikan sarana dan prasarana tersebut bisa dikatakan non-fungsi.
Kalau kita bernostalgia melihat fenomena beberapa tahun silam, dalam hitungan hari saja mading-mading dan buletin-buletin gencar diterbitkan. forum-forum kajian diskusi aktif dapat kita jumpai ke-eksistensiannya. Tak tahu mengapa, hal-hal positif tersebut kini jarang terlihat dan bahkan tidak terlihat sama sekali.
Mengapa momen ini terjadi? Mungkin karena semangat (ijtihad) santri telah termakan oleh zaman atau ikut terbang bersama burung-burung ke awan. Menurut saya sih, itu tidak mungkin karena semangat itu bukanlah debu yang berterbangan dan bukanlah kayu yang habis dimakan oleh rayap yang kurang makan. Tapi semangat itu timbul pada setiap diri seorang dan seorang itu sendirilah yang menjaga intensitas semangat dalam dirinya apakah berkembang maupun mengalami kemerosatan.
Dalam mengembangkan potensi diri santri , banyak metode yang bisa dilakukan, seperti : membaca, bercakap-cakap dengan bahasa arab,bahasa inggris dan menulis karya ilmiah semisal. Anehnya hal-hal tadi menjadi sesuatu yang asing belakangan ini dan semakin terjamah oleh santri-santri.
Salah satu metode dalam memperoleh ilmu adalah membaca. Membaca adalah melihat kalimat demi kalimat yang tercantum dalam buku lalu dicerna oleh otak dan diucapkan melalui hati atau lisan. Perlu diketahui, membaca adalah salah satu kegiatan untuk menemukan informasi dan inspirasi dapat kita temukan pada saat membaca dan dengan membaca kita bisa mengetahui apa yang belum pernah kita ketahui. Seolah-olah, buku yang kita baca bagaikan guru yang mengajari kita tanpa batas waktu dan era.
Pernah suatu waktu, ketika penulis sedang duduk di bangku kelas Satu Intensif. Ketika itu penulis merasa termotivasi dan gairah membaca meningkat.overdosis. kenapa begitu? Karena, sesaat setelah Wali kelasku mengajar pelajaran Nushsus (kata mutiara). Sepatah kata mutiara tertulis di papan. “Al-qiroo’atu ustadzun aalimun bikulli illmin” yang bermakna “Membaca adalah guru yang mengetahui semua ilmu”. Semua santri Al-Amien pasti mengetahui kata mutiara ini. Namun implementasiannya jarang digunakan dalam kehidupan sehari hari.
Kadang penulis juga  melihat suatu kejanggalan. Kali ini perihal baca-membaca. Meski sebagian santri gemar mengunjungi perpustakaan ataupun mengoleksi buku ilmiah sekalipun. Anehnya mereka  jarang membaca tulisan yang termaktub didalamnya. Tapi, kebanyakan dari mereka hanya melihat gambar-gambar yang tertera didalam buku tersebut. Ketika saya selidiki, mengapa begitu? Ternyata ada dua hal yang melatarbelakangi hal itu terjadi. Setelah saya mewawancarai beberapa teman tentang hal itu. Kebanyakan dari mereka menjawab bahwa mereka menganggap “membaca adalah Sesuatu hal yang membosankan, dan apabila saya membaca semua teks tersebut maka banyak waktu yang harus saya luangkan. Kedua, karena melihat gambar adalah kegiatan yang menghibur bagiku”. Persepsi seperti ini sering terjangkit di kalangan santri akhir akhir ini.
Padahal membaca itu sangat berfaedah bagi kehidupan kita, khususnya bagi anda yang suka menulis karya ilmiah, cerpen, serta paper ketika kelas akhir, makalah, dsb. Karena dengan membaca kita bisa menemukan ide maupun inspirasi dalam hal tulis menulis. Dengan membaca, kita tidak mungkin rugi. Malah sangat menguntungkan. Ketika kita seadng duduk di kelas akhir (niha’ie), salah syarat kelulusannya selain lulus dalam ujian tulis juga harus lulus dalam penulisan paper (makalah). Maka dari itu kita harus sedia payung sebelum hujan. Mumpung masih ada waktu, untuk berkarya dan berkreativitas.
Kegiatan membaca sangat berkaitan dengan mengasah otak ,dan mampu mem-freshkan suasan hati. Maka dari itu, jika ingin kegiatan membaca itu menjadi bagian dari hobi kita. Penulis punya sedikit trik agar membaca menjadi hal yang menyenangkan dalam kehidupan. Membaca yang efisien menurut beberapa metode yang pernah penulis coba adalah metode ‘membaca intensif’. Ketika penulis duduk dibangku kelas tujuh MTs. Pernah mencoba metode ‘membaca intensif’. Wal hasil , metode itu sangat efektif dalam membaca, khususnya bagi anda yang suka membaca cepat. Membaca intensif adalah membaca dengan menitikfokuskan pandangan ke suatu titik, tanpa membaca yang lain. Serta tanpa mengeraskan suara dan menggerakkan bibir atau lidah.
Sebagai santri Al-Amien, yang setiap harinya dipenuhi dengan kegiatan yang padat. Pastinya, waktu untuk membaca cukup singkat. Maka, penulis menyarankan. Bagi anda yang hobi membaca agar menggunakan metode tersebut yaitu membaca intensif dalam kegiatan membaca anda.
Hal yang tak kalah penting dalam mengembangkan keilmuan adalah tulis-menulis. Tulis-menulis sangat luas penjabarannya dan sangat bervariasi. Semisal: karya ilmiyah, cerpen, puisi dsb. Hal ini telah disinggung di paragrap sebelumnya. Setelah membaca lebih afdlolnya kita menulis sedikit resume dari apa yang kita baca. Karena itu mencoba pemahaman kita terhadap apa yang telah kita baca.
Pernah ulama’ kita di zaman klasik yaitu, Imam Syafi’ie, berkata, “Ilmu itu bagaikan binatang buruan. Maka ikatlah binatang buruanmu (ilmu) dengan tulisan, walaupun hanya di dinding.” Dari perkataan tadi kita dapat mengambil hikmah dan mengerjakannya sesuai saran diatas. Dan agar kapasitas keilmuwan dan kreativitas kita makin berkembang, kita patut mengikuti pesan dari perkataan Imam Syafi’i tadi. Ketika kita mengetahui beberapa kata sulit dalam bahasa arab, kita hanya menghapalkannya saja tanpa menuliskannya di buku. Saya yakin. Setelah beberapa bulan atau tahun kalimat-kalimat yang pernah kita hafal sebagian akan hilang memudar. Jauh dibandingkan dengan orang yang berpegang teguh terhadap perkataan Imam Syafi’i tadi. Ketika dia memperleh suatu ilmu, dia  akan menuliskannya di buku dan ketika ia lupa. Ia bisa melihat kembal ke catatan tersebut. Dalam tanda kutip, “hewan buruan tidak akan kabur jika kita mengikatnya dengan tali yang kuat”. Dalam artian suatu ilmu yang diikat (ditulis) dalam sebuah buku, maka ilmu itu tidak akan hilang meski waktu terus berputar.


*Santri kelas lll Intensif  A,  asal Bondowoso.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar