Selasa, 23 Oktober 2012


HikmahMenulis adalah Kehidupan
Najib Hizbulloh*

A
l-Kisah, diceritakan saat umat muslim terkapar, tercancap di dadanya berbagai macam ujung mata senjata. Tak bernyawa. Di hamparan padang pasir yang tandus dan gersang, negeri kaum yang berhati bengis dan kejam. Seluruh tetesan darah mereka ikhlaskan. Istri dan anak mereka mereka lupakan. Tapi dalam seluk beluk hatinya mereka tersenyum bangga terjatuh diatas jalan tuhannya. Ditengah sengitnya perang bergejolak, Fulan mengirim surat burung kepadasalah satu sahabat Nabi yang bernama Utsman bin Affan. Bahwa tidak sedikit para mujahid kita yang telah hafal Al-Qur’an gugur ditenga-tengah peperangan. Kemudian Sayyidina Utsman bin Affan mengutus untuk segera mengeluarkan dan menyelamatkan para mujahid yang hafal Al-Qur’an itu untuk meninggalkan medan peperangan dan diselamatkan oleh tim medis yang terdekat. Musyawarah-pun dilaksanakan keesokan harinya dan pada akhirnya Sayyidina Utsman merekomendasikan pada para sahabatnya untuk segera membukukan Al-Qur’an. Dari kata-perkata mereka tulis, mereka kumpulkan ayat-ayat yang ada diatas tulang unta dan daun kering yang rapuh.

***
Amat sulit kita bayangkan betapa perihnya perjuangan mereka para mujahidin demi mengeakan sayap agama Islam diatas permukaan bumi ini. Dari sini kita bisa mengambil benang merah, mungkin apabila Sayyidina Utsman tidak menyuruh para sahabatnya untuk segera membukukan Al-Qur’an, maka mustahillah kita bisa melihat dan menikmati isi kandungan Al-Qur’an itu dengan mudah. Maka, jika seorang itu mau mengangkat pena dan mau mengukir kata diatas hamparan kertas yang tak berdosa, maka dia akan mencipakan kehidupa bagi dirinya di masa yang akan datang. Dalam artian, seorang itu akan harum semerbak namanya setelah ia mati. Dan seakan-akan dia masih hidup. Sering kali kita mendengar sya’ir-sya’ir yang tidak asing lagi di kalangan pesantren yang dikarang oleh seorang ulama klasik saat itu yang bersya’ir: Qaala muhammadun huwabnu maaliki, Ahmadu RobbiLlaaha khayra maaliki,.. Yah, beliaulah syech Al-‘Aalim Al-‘Allaamah Muhammad Ibnu Maalik Al-Andalusiy. Beliau sengaja megawali karanganyya yang bernama Alfiyyah dengan Lafadz Huwabnu Maaliki karena membenarkan kepada para pembaca bahwa Alfiyyah yang itu benar-benar dkarang oleh ibnu Maalik dan Insha Allah dengan beliau mengawali Nadzomnya dengan lafadz itu, semua pelajar di dunia yang mengaji kitab Alfiyyah itu mengetahui bahwa yang mengarang Alfiyyah yang mereka pelajari itu adalah Syech Ibnu Malik.
 Seorang tidak akan mudah saat mengangkat pena kemudian menulis apa yang terdetikkan dalam fikirannya apabila tidak dipupuk dengan kegiatan membaca. Membaca akan sangat membantu ketik menulis karena membaca akan menjadikan seseorang itu lebih tahu dan mengerti seperti apa dan bagaimana penulisan yang baik itu. Dan kita akan mengetahui lebih banyak lagi informasi, pengetahuan, dan pengalaman. Dengan membaca pula kita bisa mejadi lebih pintar, kita akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa kalau kita mau membaca. Jadi, antara menulis dan membaca itu sangat berkesinambungan seperti halnya seorang itu sangat kesulitan ketika berjalan apabila ia hanya menggunakan satu kaki saja dalam berjalan. Begitu pula dalam menulis, tidak akan bisa berjalan dengan mulus apabila orang tersebut tidak membekali kegiatannya tersebut dengan membaca. Dan sekali lagi, membaca akan sangat membantu kita dalam hal tulis-menulis. Dan dengan menulislah orang itu akan terkenang di masa yang akan datang jika ia menulis. Wallahu a’lam bish shawaab.

*Santri kelas lll Intensif  A,  asal Malang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar