A
|
l-Kisah, diceritakan saat umat muslim terkapar,
tercancap di dadanya berbagai macam ujung mata senjata. Tak bernyawa. Di
hamparan padang pasir yang tandus dan gersang, negeri kaum yang berhati bengis
dan kejam. Seluruh tetesan darah mereka ikhlaskan. Istri dan anak mereka mereka
lupakan. Tapi dalam seluk beluk hatinya mereka tersenyum bangga terjatuh diatas
jalan tuhannya. Ditengah sengitnya perang bergejolak, Fulan mengirim surat
burung kepadasalah satu sahabat Nabi yang bernama Utsman bin Affan. Bahwa tidak
sedikit para mujahid kita yang telah hafal Al-Qur’an gugur ditenga-tengah
peperangan. Kemudian Sayyidina Utsman bin Affan mengutus untuk segera
mengeluarkan dan menyelamatkan para mujahid yang hafal Al-Qur’an itu untuk
meninggalkan medan peperangan dan diselamatkan oleh tim medis yang terdekat.
Musyawarah-pun dilaksanakan keesokan harinya dan pada akhirnya Sayyidina Utsman
merekomendasikan pada para sahabatnya untuk segera membukukan Al-Qur’an. Dari kata-perkata
mereka tulis, mereka kumpulkan ayat-ayat yang ada diatas tulang unta dan daun
kering yang rapuh.
***
Amat sulit kita bayangkan
betapa perihnya perjuangan mereka para mujahidin demi mengeakan sayap agama
Islam diatas permukaan bumi ini. Dari sini kita bisa mengambil benang merah,
mungkin apabila Sayyidina Utsman tidak menyuruh para sahabatnya untuk segera
membukukan Al-Qur’an, maka mustahillah kita bisa melihat dan menikmati isi
kandungan Al-Qur’an itu dengan mudah. Maka, jika seorang itu mau mengangkat
pena dan mau mengukir kata diatas hamparan kertas yang tak berdosa, maka dia
akan mencipakan kehidupa bagi dirinya di masa yang akan datang. Dalam artian,
seorang itu akan harum semerbak namanya setelah ia mati. Dan seakan-akan dia
masih hidup. Sering kali kita mendengar sya’ir-sya’ir yang tidak asing lagi di
kalangan pesantren yang dikarang oleh seorang ulama klasik saat itu yang
bersya’ir: Qaala muhammadun huwabnu
maaliki, Ahmadu RobbiLlaaha khayra maaliki,.. Yah, beliaulah syech
Al-‘Aalim Al-‘Allaamah Muhammad Ibnu Maalik Al-Andalusiy. Beliau sengaja
megawali karanganyya yang bernama Alfiyyah dengan Lafadz Huwabnu Maaliki karena membenarkan kepada para pembaca bahwa
Alfiyyah yang itu benar-benar dkarang oleh ibnu Maalik dan Insha Allah dengan
beliau mengawali Nadzomnya dengan lafadz itu, semua pelajar di dunia yang
mengaji kitab Alfiyyah itu mengetahui bahwa yang mengarang Alfiyyah yang mereka
pelajari itu adalah Syech Ibnu Malik.
Seorang tidak akan mudah saat mengangkat pena
kemudian menulis apa yang terdetikkan dalam fikirannya apabila tidak dipupuk
dengan kegiatan membaca. Membaca akan sangat membantu ketik menulis karena
membaca akan menjadikan seseorang itu lebih tahu dan mengerti seperti apa dan
bagaimana penulisan yang baik itu. Dan kita akan mengetahui lebih banyak lagi
informasi, pengetahuan, dan pengalaman. Dengan membaca pula kita bisa mejadi
lebih pintar, kita akan mendapatkan pengalaman yang luar biasa kalau kita mau
membaca. Jadi, antara menulis dan membaca itu sangat berkesinambungan seperti
halnya seorang itu sangat kesulitan ketika berjalan apabila ia hanya
menggunakan satu kaki saja dalam berjalan. Begitu pula dalam menulis, tidak
akan bisa berjalan dengan mulus apabila orang tersebut tidak membekali
kegiatannya tersebut dengan membaca. Dan sekali lagi, membaca akan sangat
membantu kita dalam hal tulis-menulis. Dan dengan menulislah orang itu akan
terkenang di masa yang akan datang jika ia menulis. Wallahu a’lam bish shawaab.
*Santri kelas lll Intensif A, asal
Malang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar