Selasa, 23 Oktober 2012


forewordSenja; Bukan Fosil Dinosaurus
Oleh: Zahrish Lizadi*

etika pagi hari yang menurutku segar untuk menghirup udarayang agak basah. Tiba-tiba sesaat berubah menjadi obrolan yang renyuh manakala tanpa sengaja datang seorang teman menghampiriku. Tanpa basa-basi dan pembukaan-pun obrolan itu tetap terjadi. Kaget. Dengan membawa sebuah buletin dan berkata, “Ini, kok gini? Masak mengambil presepsi orang nggak sesuai dengan kenyataanya, apalagi menyangkut-pautkan nama Senja, Apa maksudnya?”

 
Tanpa neko-neko aku langsung manjawab kegelisahannya, “Biarin, dah, itu kerjaan orang iri. Nanti biar daku yang ngurus dan bla, bla, bla.” Sejurus kemudian saya mengambil ancang-ancang untuk menanggapi hal itu. Sebab ini suatu keteledoran yang tidak boleh dibiarkan walaupun dalam bentuk tulisan. Yah, ala kadarnya untuk menanggapi hal yang mungkin dianggap negative oleh teman-teman saya, namun bagi saya pribadi itu sangat positif untuk dikupas dan dijadikan kaca perbandingan.







***
Saya menulis catatan ini hanya untuk memberikan sebuah sekat yang tidak boleh dilanggar oleh siapapun, terutama orang luar. Saya hanya meng-informasi-kan saja, sebenarnya saya pernah mendokumentasikan dan membaca buletin Senja edisi reuni (bukan edisi ulang tahun). Tepatnya pada rubrik baabussalaam, catatan ustadz Ikraamul Fajri yang berjudul Senja; Bukan Dinosaurus (jelas salah jika Senja dinisbatkan pada fosil apalagi dalam nasib akhir). Apa coba jika hal demikian terjadi? Marah, kecewa, galau, atau apalah. Tapi kalau saya pribadi, sich, menanggapi hal tersebut positif-positif saja, akan tetapi tidak nampaknya pada teman-teman yang non-redaksi (bukan berarti menimbulkan masalah). Yah, maklum, lah, mungkin salah mengambil referensi sehingga tidak dapat dimengerti atau tidak ada referensi lain selain itu. Dan kemungkinan juga diubah sedikit diubah intinya. Atau mungkin lupa maksud isi dari catatan Ustadz Fajri? Entah, lah. Wallaahu a’lam bish shawaab.
Kenapa Ustadz Fajri bermaksud untuk menjuluki Senja layaknya bukan miniatur dinosaurus? Ya, kami sih sepakat menjawabnya simple saja. Sebab ia mungkin turun-temurun terkondisikan begitu ramping dari keregnerasiannya. Andai kata Ustadz Fajri, dkk. tidak terbesit untuk melakukan langkah yang sekondusif ini, mungkin saja hal yang tidak diinginkan pasti terjadi. Atau bahkan ke-khas-annya Senja yang berwarna pink tak terlihat.
forewordApakah itu? Mungkin anda yang penasaran dan pecinta Senja pasti tahu. Yakni, fosil. Nah, apa hubungannya dengan judul tersebut? Mana mungin tidak ada hubungannya jika saja buletin Senja tidak mejadi memorial masa ke masa yang terwariskan oleh generasinya, pastilah hal tersebut terjadi. Namun buletin Senja tak mau mengandung layaknya fosil yang tinggal sisa untuk di teliti. Fosil adalah hasil sisa-sisa peninggalan terdahulu yang tertimbun dalam kurun waktu yang relatif lama. Kemudian diadakanlah penelitian oleh arkeolog untuk membuktikan adanya sejarah zaman purba, purba dan purba.
Tak pelak, buletin Senja dapat termotifasi oleh regenerasian yang dilakukan oleh pendirinya. Mungkin mereka berfikir untuk menjaga kekonsistenannya agar tetap mengalir, begitu pula kami sebagai crew buletin senja tidak rela untuk menebasnyaMungkin nanti senja akan hadir dalam sebuah pemikiran yang ideal dan produktif, layaknya sebuah filsafat yakni lahir dan melahirkan banyak cabang dalam kurun waktunya. Bisa saja nanti akan ada generasi senja yang kesekian kalinya dapat mengubah wajah Senja yang semula hanya sebuah buletin mini menjadi sebuah majalah. Amien. Oleh karenanya pendiri Senja selalu menghimbau kami, supaya hubungan antara generasi pertama ke generasi selanjutnya selalu ada kontak untuk membantu dan menjalaninya bersama. Walaupun tidak ikut serta dalam tumpangan nama. Tapi, pengorbanan dan semangat membangun lah yang dibutuhkan oleh senja agar terhindar dari ke-fosilan dini, walaupun toh semoga kefosilan kuno tidak menghampirinya.
Masalah kekalahan dan keberakhiran suatu makhluk adalah tuhan yang tahu, meskipun kenyataanya kita tahu itu takdir namun kita mengetahui kapan hal itu terjadi. Namun jangan sesekali menyamakan atau membandingkan Senja dalam makhluk hidup. Sebab Senja bukan makhluk hidup (coba lihat ciri-ciri makhluk hidup). Dan bukan berarti Senja terposisikan dalam kekalahan, karena Senja hanyalah sebuah nama dan subyeknya lah yang menjadi pelajunya, jadi kekalahan dan keberakhiran suatu benda tidak akan ada sebab ialah hanya benda biasa yang tidak bisa berjalan dan berbicara. Tapii salahkanlah dan intropeksi lah kepada pelajunya.

***
Ehmm, mungkin begitulah saya merespon hal yang tersangkut pada problem tersebut. Yang terpenting menurut pandangan saya adalah bagaimana caranya untuk mengantisipasi dan mempersatukan langkah antar crew buletin Senja, beserta sahabat Guysto untuk menguakkan segala kreativias dan produktivitasannya dalam bekerja. Mungkin diantara kita tidak semuanya bisa dalam hal yang kita anggap temeh (tulis menulis). Sebab hanya segelintir orang saja yang mau bersahaba dan mencintainya. Namun akhir-akhir ini saya merasa bangga sekali. Tak lain halnya bersangkutan dengan tulis-menulis. Yakni banyak dari sahabat Guysto yang menyumbangkan karya tulisnya. Seakan ini merpakan celah kesadaran yang menguat dari pikiran mereka untuk menutup kemungkinan adanya rubrik ‘fosil’. Rubrik yang kita anggap semoga tidak bersarang bagi kami. Ketika saya mendengar dari mereka yang mengatakan akan mengirim karya ke Buletin Senja, senang betul rasanya. Layaknya sebuah transformator yang telah rusak dan secara tiba-tiba saja kembali berfungsi seperti semula. Emang, sich, semenjak kami memegang buletin Klik!, ada yang mengirim karya. Tapi tidak semembara dan sesemangat buletin Senja dalam penampungan karya.
Saya hanya memiliki rasa bangga yang mendalam ketika karya yang terkumpul lumayan banyak. Namun, lebih kagum dan takjub lagi ketika sayapernah membaca sebuah buku tentang menulis. Dibelakang kover buku tersebut ada sebuah semangat.
        
*Santri kelas lll Intensif  A,  asal Surabaya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar