K
|
etika pagi hari yang menurutku segar untuk
menghirup udarayang agak basah.
Tiba-tiba sesaat berubah menjadi obrolan yang renyuh manakala tanpa sengaja
datang seorang teman menghampiriku. Tanpa basa-basi dan pembukaan-pun obrolan
itu tetap terjadi. Kaget. Dengan membawa sebuah buletin dan berkata, “Ini, kok gini? Masak mengambil presepsi orang
nggak sesuai dengan kenyataanya,
apalagi menyangkut-pautkan nama Senja, Apa maksudnya?”
*** |
Saya menulis catatan
ini hanya untuk memberikan sebuah sekat yang tidak boleh dilanggar oleh
siapapun, terutama orang luar. Saya hanya meng-informasi-kan saja, sebenarnya
saya pernah mendokumentasikan dan membaca buletin Senja edisi reuni (bukan
edisi ulang tahun). Tepatnya pada rubrik baabussalaam, catatan ustadz Ikraamul
Fajri yang berjudul Senja; Bukan Dinosaurus (jelas salah jika Senja dinisbatkan
pada fosil apalagi dalam nasib akhir). Apa coba jika hal demikian terjadi?
Marah, kecewa, galau, atau apalah. Tapi kalau saya pribadi, sich, menanggapi hal tersebut
positif-positif saja, akan tetapi tidak nampaknya pada teman-teman yang non-redaksi
(bukan berarti menimbulkan masalah). Yah, maklum, lah, mungkin salah mengambil
referensi sehingga tidak dapat dimengerti atau tidak ada referensi lain selain
itu. Dan kemungkinan juga diubah sedikit diubah intinya. Atau mungkin lupa
maksud isi dari catatan Ustadz Fajri? Entah, lah. Wallaahu a’lam bish shawaab.
Kenapa Ustadz Fajri bermaksud untuk
menjuluki Senja layaknya bukan miniatur dinosaurus? Ya, kami sih sepakat
menjawabnya simple saja. Sebab ia mungkin turun-temurun terkondisikan begitu
ramping dari keregnerasiannya. Andai kata Ustadz Fajri, dkk. tidak terbesit
untuk melakukan langkah yang sekondusif ini, mungkin saja hal yang tidak
diinginkan pasti terjadi. Atau bahkan ke-khas-annya Senja yang berwarna pink tak terlihat.


Tak pelak, buletin
Senja dapat termotifasi oleh regenerasian yang dilakukan oleh pendirinya.
Mungkin mereka berfikir untuk menjaga kekonsistenannya agar tetap mengalir,
begitu pula kami sebagai crew buletin
senja tidak rela untuk menebasnyaMungkin nanti senja akan hadir dalam sebuah
pemikiran yang ideal dan produktif, layaknya sebuah filsafat yakni lahir dan
melahirkan banyak cabang dalam kurun waktunya. Bisa saja nanti akan ada
generasi senja yang kesekian kalinya dapat mengubah wajah Senja yang semula
hanya sebuah buletin mini menjadi sebuah majalah. Amien. Oleh karenanya pendiri
Senja selalu menghimbau kami, supaya hubungan antara generasi pertama ke
generasi selanjutnya selalu ada kontak untuk membantu dan menjalaninya bersama.
Walaupun tidak ikut serta dalam tumpangan nama. Tapi, pengorbanan dan semangat
membangun lah yang dibutuhkan oleh senja agar terhindar dari ke-fosilan dini,
walaupun toh semoga kefosilan kuno
tidak menghampirinya.
Masalah kekalahan
dan keberakhiran suatu makhluk adalah tuhan yang tahu, meskipun kenyataanya
kita tahu itu takdir namun kita mengetahui kapan hal itu terjadi. Namun jangan
sesekali menyamakan atau membandingkan Senja dalam makhluk hidup. Sebab Senja
bukan makhluk hidup (coba lihat ciri-ciri makhluk hidup). Dan bukan berarti
Senja terposisikan dalam kekalahan, karena Senja hanyalah sebuah nama dan
subyeknya lah yang menjadi pelajunya, jadi kekalahan dan keberakhiran suatu
benda tidak akan ada sebab ialah hanya benda biasa yang tidak bisa berjalan dan
berbicara. Tapii salahkanlah dan intropeksi lah kepada pelajunya.
***
Ehmm, mungkin
begitulah saya merespon hal yang tersangkut pada problem tersebut. Yang
terpenting menurut pandangan saya adalah bagaimana caranya untuk mengantisipasi
dan mempersatukan langkah antar crew
buletin Senja, beserta sahabat Guysto untuk menguakkan segala kreativias dan
produktivitasannya dalam bekerja. Mungkin diantara kita tidak semuanya bisa
dalam hal yang kita anggap temeh (tulis menulis). Sebab hanya segelintir orang
saja yang mau bersahaba dan mencintainya. Namun akhir-akhir ini saya merasa
bangga sekali. Tak lain halnya bersangkutan dengan tulis-menulis. Yakni banyak
dari sahabat Guysto yang menyumbangkan karya tulisnya. Seakan ini merpakan
celah kesadaran yang menguat dari pikiran mereka untuk menutup kemungkinan
adanya rubrik ‘fosil’. Rubrik yang kita anggap semoga tidak bersarang bagi
kami. Ketika saya mendengar dari mereka yang mengatakan akan mengirim karya ke
Buletin Senja, senang betul rasanya. Layaknya sebuah transformator yang telah
rusak dan secara tiba-tiba saja kembali berfungsi seperti semula. Emang, sich, semenjak kami memegang buletin Klik!, ada yang mengirim
karya. Tapi tidak semembara dan sesemangat buletin Senja dalam penampungan
karya.
Saya hanya memiliki
rasa bangga yang mendalam ketika karya yang terkumpul lumayan banyak. Namun,
lebih kagum dan takjub lagi ketika sayapernah membaca sebuah buku tentang
menulis. Dibelakang kover buku tersebut ada sebuah semangat.
*Santri
kelas lll Intensif A, asal Surabaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar